• Selamat Datang | Welcome | مرحباً

The world that we live wont be the same as today if no one decided to write. Writing is the way to connect with the past and leave a legacy to the future.

STORY & THOUGHT

  • Terima Kasih Ewindo, untuk 2 tahun ini

    Kunjungan Mentan dan Bupati Purwakarta ke Ewindo

    Cerita awal diterima di Ewindo

    Waktu tak terasa berjalan, tiba-tiba sudah 2 tahun lebih merantau di Purwakarta setelah pulang dari Fukuoka akhir 2017 silam. Akhir 2017, sewaktu masih ikhtiar mencari kerja datang sebuah pesan WA dari kawan saya, Masrukhin menginfokan ada lowongan di tempat ia bekerja saat itu, PT. East-West Seed Indonesia (Ewindo). Tidak pikir panjang, saya siapkan lamaran dan CV kemudian dikirim. Selang beberapa lama tidak ada jawaban. Saya juga tidak tahu kenapa. Selang beberapa bulan kemudian sekitar Maret 2017 ketika saya mulai bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta, datang kembali kabar yang sama, lowongan di Ewindo namun di departemen yang berbeda, dulu di Departemen Pemuliaan/ Breeding (sebagai Pre-breeding officer) dan yang terbaru sebagai Molecular Biology Officer di Lab. Bioteknologi. Singkat cerita saya mengajukan lamaran, datang untuk diwawancara (setelah sebelumnya saya minta atur ulang jadwal karena Maryam baru lahir tanggal 20 Maret 2018 di Belitung).

    Alhamdulillah 15 Mei 2018 saya diizinkan untuk bergabung di Ewindo dan diterima dengan baik oleh keluarga besar Lab Bioteknologi dan R&D khususnya. Saya masuk di hari yang sama dengan yang saat ini jadi Breeder timun Ewindo, Usamah (Jay). Hari pertama saya masuk kerja itu kebetulan bertepatan dengan Expo Nasional tahunan yang mengundang banyak kalangan mulai dari petani, pemerintah, mitra dll. Saya yang bukan orang pertanian ini (walaupun ngakunya lulus dari IPB hehe), awalnya sama sekali tidak tahu akan seperti apa perusahaan benih. Bahkan saya masih suka ketuker bibit dan benih, seringnya yang harusnya disebut benih malah bibit (masyarakat awam juga banyaknya gitu deh, nyari temen wkwkwk).

    Proses pengamatan karakter ketahanan

    Mengenal benih dan industri benih sayuran

    Setelah saya masuk Ewindo barulah tahu ternyata bisnis benih juga sesuatu yang menjanjikan. Saat ini ukuran pasar benih sayuran di Indonesia mungkin di antara 1.5-2 triliun dengan Ewindo yang jadi pemimpin pasar. Bisnis benih tersebut menopang pasar sayuran (hortikultura) nasional yang bernilai 80 triliun. Wow. Saya ingat beberapa petuah penting Pak Glenn, Managing Director Ewindo, “Kita bisa menikmati fasilitas kantor yang mewah ini adalah karena jasa para petani”. Waktu-waktu saya di Ewindo itulah nilai/value perusahaan yang terus menerus ditanamkan. PETANI. Bagaimana caranya petani bisa sejahtera dan hidupnya bisa lebih baik dengan menggunakan benih berkualitas tinggi dari Ewindo. Saya tidak pungkiri Ewindo sangat concern/perhatian sekali dengan kebutuhan petani utamanya kebutuhan dengan benih sayuran yang unggul. Nilai yang sering ditanamkan adalah Ewindo “Sahabat Petani paling Baik”.

    Benih kan ya gitu ? gitu-gitu aja hehe. Benih itu hanya 5-10 % dari biaya produksi tapi siapa yang ingin berjudi menanam berhektar-hektar dengan benih yang asal-asalan. Benih itu membawa bakat istilah yang lebih ilmiahnya materi genetik yang sangat mempengaruhi hasilnya. Penampakan boleh sama tapi hasil antara benih yang baik dan tidak jauuuuh banget. Itulah yang membuat petani umumnya setia dengan satu varietas karena dia sudah bisa mengestimasi jika menanam sekian luasan, berapa ongkosnya, berapa untung yang bisa didapatkan. Sekali lagi bukan hanya benih saja faktor yang penting dalam bertani, tapi benih factor yang krusial dan sangat berpengaruh karena sebaik apapun pemeliharaan termasuk pemupukan akan sia-sia jika memang benih yang digunakan tidak unggul.

    Pelajaran dari Industri benih

    Selama manusia masih makan, selama itu industri benih masih eksis. Setuju ? bagi saya sampai saat ini saya setuju. Bisa jadi tidak relevan suatu saat tapi sampai 5-10 tahun ke depan masih. Kata kuncinya adalah petani dan lahan pertanian semakin menurut, penduduk dunia makin bertambah usaha intensifikasi pertanian (meningkatkan produksi) pasti juga harus dilakukan, salah satunya dengan benih unggul. Kalau dulu menanam timun 1 hektar bisa 10 ton misalnya, ke depan hasil itu mungkin bisa dicapai dengan 0.5 hektar karena benih timun yang bisa berproduksi dua kali lipat saat ini sudah ada. Tapi, mungkinkah akan ada distrupsi ? bisa jadi. Kalau dilihat tren, sekarang kita bisa makan daging sapi tanpa perlu diambil dari sapi sungguhan, ada perusahaan rintisan yang mengkultur sel hewan sehingga jadi otot dan daging mirip dengan dagin sapi dari 280.400 USD turun menjadi 800 USD dan kini ada yang mengklaim bisa memproduksi daging buatan dengan 112 USD per kilogram. Mungkin suatu saat juga manusia bisa mulai bergeser dari makan yang mementingkan tekstur dan rasa menjadi makan yang mementingkan kandungan dan nutrisi. Bisa jadi semacam pil. Siapa yang tahu kan ?

    Daging yang dikultur di Lab (Sumber: VOA America)

    Pelajaran lainnya yang saya dapat adalah industri benih cukup rumit. Walaupun produknya terlihat kecil-kecil berupa benih, perjuangan di dalamnya panjang. Proses perakitan varietas yang dibutuhkan petani itu normalnya butuh 3-4 tahun jika plasma nutfahnya dimiliki, misalnya sumber ketahanan terhadap virus kuning di cabe kita sudah punya. Setelah tetua terbentuk, baru kemudian diuji dan dilihat performa dari benih hibrida yang dihasilkan. Jika oke, akan diproduksi massal. Eits, tapi bahaya jika tidak dilakukan dengan prosedur keamanan karena tetua hasil rakitan itu harta karun yang tidak boleh dicuri orang lain. Nah dengan segala teknik ini dilakukan sampai kemudian produksi berhasil dan dilakukan pengecekan kualitas, pengemasan, dan distribusi dan pendampingan ke petani untuk melihat responnya di lapangan. Rumit ya hehe. Luar biasa memang. Saya belajar melihat pekerjaan yang memerlukan ketekunan dan kesungguhan yang panjang jika bekerja dengan pemulia/breeder.

    Hal-hal yang akan dirindukan di Ewindo :

    1. Rekan-rekan staf dan karyawan Lab. Biotek yang sudah seperti keluarga saya di Purwakarta. Becandaan nggak jelas, bully-bully yang mengakrabkan tapi kadang jadi marahan haha. Alhamdulillah sudah merasakan 2 kali outing ekstrim ke gunung dan ke pantai ala Biotek. Jozz.
    2. Rekan-rekan R&D yang mulai kenal akrab setelah kerja dan ada proyek bareng. Drama-drama Ricomot sampai OYM yang mengesankan. Pokoknya kalau mau presentasi yang bisa dinikmati banyak orang, konsepnya drama OVJ aja titik. haha
    3. Kadang suka dapet bagian berupa sayur, buah semangka, melon, labu madu, tomat dll pembagian dari Breeder yang habis seleksi. Istri senang, tetangga juga senang dapet bagian.
    4. Makan bareng di kantin Nusantara dengan menu yang bervariasi tiap hari. Ada ikan koi di kolam dekat loket untuk menyimpan tempat bekas makan
    5. Pernah ada salah satu tamu dari Singapura yang terkesan dengan review Ewindo di Google Maps karena tampak seperti taman bunga dan bermanin, area untuk foto-foto bukan seperti perusahaan apalagi pabrik. Keren sih ini. Sewaktu jadi karyawan di Ewindo juga merasa bangga dengan lokasi kerja yang bersih dan indah
    6. Main Badminton di Gym bareng rekan-rekan lab Biotek. Ewindo ada fasilitas Gymnasium yang bisa dipake termasuk 2 meja ping pong dan 2 lapangan badminton.
    7. Ewindo itu lingkungannya non-smoking banget. Yang mau ngerokok harus ke luar lingkungan perusahaan. Bawa rokok dan korek api aja bisa jadi temuan satpam lho. Enak banget buat yang menghindari asap rokok

    Kenapa Resign ?

    Dua tahun di Ewindo adalah dua tahun yang penuh dengan belajar untuk saya, belajar tentang bioteknologi dan lebih-lebih tentang pemuliaan. Seperti Research student kalau istilah di Lab Jepang untuk mahasiswa tanpa gelar yang melakukan penelitian lab. kampus. Kalau istilah kawan saya Master by Research karena sama juga, resign setelah 2 tahun bekerja.

    Kalau ada teh dan kopi saya memilih teh. Pun sama dengan keputusan untuk resign dari Ewindo. Teh dan kopi itu hanya soal selera saja (tapi memang suka teh karena setiap kali minum kopi bawaannya sakit perut). Memang ada beberapa pertimbangan yang bersifat pribadi namun ya masa perlu dibahas disini wkwkwk.

    Purwakarta, 13 Agustus 2020

    Saat pandemi Covid-19 belum reda dan saat tanah yang gersang tersiram air hujan di bulan Agustus. Perum Fortuna F3


  • Catatan saat Jobseeker

    Akhir-akhir ini saya aktif di LinkedIn dan melihat banyak rekan-rekan yang sedang berusaha mencari kerja. Itu membuat saya flashback ke beberapa tahun lalu saat saya ada di posisi yang sama.Sepulang dari S2 saya sempatkan untuk beberapa bulan di kampung halaman, Belitung, sebelum mulai menjadi jobseeker. Kalau saat ini melihat pengalaman dulu rasanya bersyukur karena saya tidak menyerah. Wajar saja, ijazah dari LN tentu tidak serta merta jadi tiket masuk bekerja dimanapun meski memang bagi beberapa hal itu punya nilai tambah tersendiri. Berikut beberapa tempat yang sempat memanggil saya sampai interview :

    1. Perusahaan vaksin A di Jawa Barat, saya datang dari tahap psikotes kemudian tes bahasa inggris wawancara HRD dan User. Saya datang dua kali kantor mereka. Datang pertama tiket kereta dibiayai sekali jalan. Yang kedua modal sendiri. Di tahap dua untuk wawancara user hanya ada dua orang. Dari gestur tubuh dan respon pewawancara sepertinya oke nih. Tapi setelah itu, tidak ada berita sama sekali. Sampai sekarang. Segitunya ya, hidup memang keras wkwkk.
    2. Universitas Swasta di Bandung. Saya datang dari Bogor untuk wawancara dan microteaching yang saat itu ada lowongan dosen. Semuanya berjalan baik-baik saja. Setelah wawancara itu setahun kemudian baru dihubungi kembali alasannya baru dapat izin untuk follow up dari manajemennya.
    3. Perusahaan riset salah satu tanaman perkebunan. Saya apply via JS. Dulu sepertinya idaman banget ini. Saat saya di Belitung dipanggil. Wah semangat, saya sampaikan akan hadir. Saya bela-belain dateng ke Bogor dari Belitung, silakan hitung sendiri biayanya. Sampai di kantornya disampaikan oleh user, yang terbuka lowongan lain selain yang saya daftar, sengaja baru diberi tahu saat itu. Bayangkan, semua yang diinterview merasa kecewa. Datang bukan untuk lowongan yang mereka apply. Ada omongan juga bahwa “Ini sebenarnya pekerjaan S1 tapi karena standar kami harus merekrut S2. Syarat minimumnya gitu”. Saya tidak tahu apakah itu salah satu tes mental bagi kandidat melamar di tempat itu atau bukan. Jika ya, saya merasa saja kultur di tempat itu tidak akan pas dengan saya. Setelah itu, saya coret perusahaan ini. Bukan cuma perusahaan yang bisa nyoret kandidat ya. Hehe
    4. Distributor alat lab di Jakarta. Saya diterima dengan baik, hanya saja untuk jangka panjang saya mikir ulang. Saya tipikal yang tidak kuat commuting jauh, habis tenaga dan waktu rasanya. Akhirnya cuma bertahan satu bulan. Masuk baik-baik, saya resign juga baik-baik. Sampai saat ini masih kontak-kontakan dan diskusi dengan rekan kerja dulu. Baik-baik semua.
    5. Perusahaan vaksin B. Ini impian sih dulunya. Dulu sewaktu selesai S1 saya coba apply, lolos seleksi berkas dan diundang administrasi. Beasiswa S2 sudah ditangan, saya pikir-pikir saya lanjut dulu toh mungkin nanti terbuka lebar buat gabung dengan kompetensi lebih tinggi. Ternyata ini strategi yang tidak tepat. Malah tidak pernah ada rekrutmen untuk S2 dari saat saya lulus sampai saat ini. Setelah lulus S2 saya coba apply beberapa kali (untuk posisi S1) tidak pernah tembus. Peminatnya memang banyak sepertinya. Saya selalu pantengin lowongan di medsosnya. Pas ada saya coba, gagal lagi hehe. Entah kenapa akun saya sering eror. Apa ada faktor lain ya ? Kalau kompetensi berani diadu lah wkwk. Tapi ya sudahlah. Sewaktu ada lowongan walaupun kontrak saya datang. Setelah wawancara selesai, dua kali saya ditelpon sayangnya skemanya tidak cocok jadi saya sampaikan “saya berminat, tapi skemanya tidak cocok dengan kondisi saya sekarang”. Saya balas emailnya dengan baik.
    6. Perusahaan pertanian di LN. Saya hampir yakin ini akan ditolak tapi toh saya dapat belajar bikin cover letter dan melihat respon mereka. Itu cukup. Benar sih, beberapa hari setelah apply online, datang email yang menyatakan “Anda tidak masuk dalam peserta yang akan diundang ke tahapan wawancara, kami sudah menemukan kandidat yang lebih cocok dengan kriteria yang kami inginkan. Terima kasih untuk ketertarikan Anda pada perusahaan kami”. Never mind, at least I know they decided not to hire me.
    7. Start-up. “Ikan kecil di kolam besar, ikam besar di kolam kecil”. Filosofi anak-anak startup banget kan itu. Artinya kurang lebih di perusahaan yang besar kita hanya bagian kecil saja (tidak terlihat), di perusahaan kecil kita seolah-olah besar (bisa jadi punya jabatan tinggi bahkan rangkap banyak langsung). Ini salah satu motivasinya pengen nyoba ke start-up. Tapi, kualifikasi dan ekspektasi saya nggak cocok dan posisi yang ada dan ditawarkan. Dua kali saya berkunjung, lumayan juga habisnya, tapi ya sudahlah. Saya dapat insight baru tentang ‘arti pekerjaan’ setelah itu. Salah satunya prinsip “Jangan jadi karyawan, jadilah bos meskipun cuma usaha kecil”. Ada benarnya tapi ada salahnya. Pandai-pandai menimbang kemampuan diri sih menurut saya. Dua-duanya mulia. Saya heran juga ada yang buat dua hal yang tidak bertentangan jadi seolah-olah berseberangan. Toh karyawan juga membantu bos menghasilkan profit untuk usahanya kan ? Pelajaran hidup memang mahal.
    8. Perusahaan farmasi. Salah satu market leader untuk obat ethical. Saya lihat info di LinkedIn dan saya direkomendasikan oleh rekan saya. Kemudian saya dikontak HRDnya, saya datang waktu itu. Setelah diwawancara lowongan yang awalnya jadi target saya sudah terisi, yang ada hanya lowongan dengan kualifikasi yang sama tapi pekerjaan rutin. Saya kecewa dan ternyata tidak bisa disembunyikan. User yang wawancara menilai “Kompetensi kamu lebih dari ini, saya khawatir kamu nggak akan betah malah jika kami terima karena pekerjaannya menurut kamu bisa jadi tidak menantang”. Pewawancara seperti mengkopi paste apa yang ada di kepala saya tanpa perlu saya utarakan. Selesai. Tidak ada kontak sama sekali dari HR yang sebelumnya dua kali nelponin. Padahal di akhir wawancara bilang, maksimal dua minggu lagi kami kabari hasilnya ya.

    Selain itu, saya mengirim ke beberapa perusahaan, apply di portal pencari kerja saya lupa. Banyak yang sepertinya tidak sampai karena tidak ada balasan.

    Pelajaran untuk saya pribadi :

    1. Terima kasih, untuk saya sendiri karena tidak menyerah dan putus asa.
    2. Yang kita anggap baik belum tentu baik sebetulnya untuk kita. Berprasangka baik saja pada takdir
    3. Hargai dan syukuri pekerjaan karena tidak mudah mendapatkannya apalagi saat ini

    Untuk rekan HR dan User :

    1. Anggaplah orang yang mengirimkan CV dan hadir ke kantor sebagai talent yang akan membuat perusahaan Anda lebih besar dan maju ke depannya. Tolong jangan anggap seperti orang yang meminta-minta pekerjaan. Mereka punya dignity, sama seperti Anda yang punya reputasi dan nama baik yang ingin tidak ingin tercoreng bukan ?
    2. Saya sangat menghargai jika ada feedback dari Anda walaupun itu hanya email template tentang status lamarannya. Terutama jika tidak diterima atau dipending sampai waktu tertentu. Kok berat sekali kelihatannya memberi kabar ke pelamar tentang hal itu ya ? Apakah ini bukan kultur HR kita ? Kalau perlu dibuatkan email template untuk ini, saya bersedia. Silakan kontak saja.
    3. Bisakah memudahkan prosesnya, kalau bisa wawancara online sebagai skrining awal kenapa tidak ? Berapa biaya yang bisa dihemat oleh kandidat. Pak/Buk, mereka pelamar kerja. Uangnya mungkin terbatas. Uang yang dipakai untuk datang ke tempat Anda mungkin hasil pinjaman atau kebutuhan lainnya.

    Untuk rekan-rekan Job seeker :

    1. Saya yakin Anda orang yang tidak mudah putus asa. Berusahalah dan iringi dengan doa sampai kesempatan itu datang
    2. Tidak kalah penting juga, selalu upgrade kompetensi di bidang softskill dan hardskill Anda. Saya dulu merasa perlu mengupgrade softskill saya tentang personal branding dan negosiasi. Saya manfaatkan kursus gratis untuk itu. Ilmu praktis yang berguna.
    3. Perluas jejaring Anda dan jalin silaturahim dengan kerabat dan rekan Anda. Bisa jadi mereka bisa merekomendasikan Anda ke suatu lowongan. Maksimalkan media apapun untuk membangun branding dan ‘menjual’ diri Anda misalnya linkedIn

    Disclaimer : Saya tidak punya motivasi untuk menjelekkan perusahaan tertentu. Itu murni dari pengalaman saya yang jujur saya tuliskan. Setiap pengalaman itu jadi pelajaran berharga buat saya dan mungkin ada manfaat jika saya tuliskan dan dibaca oleh orang lain.

     


  • Maryam, Terima kasih ya untuk 2 Tahun ini

    Tepat hari ini Maryam 2 Tahun, saya bilang ke dia semalam “Nak, makasih sudah nemenin Ayah Ibu 2 tahun ini ya”. Entah dia mengerti atau tidak tapi yang jelas kami bersyukur akan kehadiran maryam di tengah-tengah kami. Momen ini mengingatkan kembali di malam persalinan, begitu Allah mudahkan. Maryam ini 100% anak BPJS kesehatan, karena kami dulu sepakat ingin lahiran di RS dengan BPJS. Walaupun Istri jadi agak ‘trauma’ dengan pelayanannya. Saya akhirnya juga merasa bersalah tidak mempertimbangkan hal tersebut. Baiknya memang pilihlah tempat persalinan yang membuat Istri Anda nyaman dan aman, karena situasi yang akan dihadapinya benar-benar tidak nyaman.

    En Caul Birth

    Alhamdulillah, Allah begitu mudahkan, Maryam lahir en caul, keluar dari jalan lahir dalam keadaan masih utuh dalam kantung ketuban. Saya kaget, tidak sesuai dengan bayangan awal. Dengan proses yang sangat cepat Maryam lahir utuh, tubuhnya masih biru karena dalam kantung, kemudian dipecahkan dan barulah tubuhnya mulai berangsur memerah dan menangis. Maryam istimewa layaknya setiap anak kita, istimewanya maryam Ia membuat kami dan bidan yang membantu kelahiran melihat kelahiran yang langka 1:90000 di dunia. Belum tentu selama tugas seorang bidan bisa menemui jenis kelahiran seperti ini. Terima kasih ya Allah, terima kasih Nak.

    Tentang Nama

    Saya dan istri punya beberapa kandidat nama, Husna, Hana, Amira, Arisa dll. Pertimbangannya adalah namanya baik, mudah diucapkan di berbagai bahasa, dan unik. Mudah diucapkan di berbagai bahasa ini murni karena pengalaman pribadi saya dan Ajeng yang namanya susah disebut di bahasa asing misal Jepang, Korea, Chinese dll. Saya membayangkan dunia Maryam nanti lebih luas dan luwes dibandingkan yang Ayah Ibunya pernah rasakan. Ia akan jadi Global Citizen yang berinteraksi dengan orang dari berbagai bahasa. Hana nama yang bagus, dalam bahasa Jepang, Arab, Korea artinya ada dan bagus. Tapi, saat ini ketika sedang mencari nama yang baik, saya membaca satu ayat di Al-Qur’an yang membulatkan saya memilih nama Maryam,
    وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
    ”Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk.” (Ali-Imran 36)

    Indah sekali ungkapan Imran yang Allah abadikan di Al-Qur’an. Bismillah, kami pilih Maryam. Ialah nama yang akan disebut sepanjang dunia ini ada karena termaktub dalam Al-Qur’an. Ialah nama yang fasih diucapkan di mungkin hampir seluruh bahasa, dengan variasinya Maria, Mariam, Maryam, dan lainnya. Bagaimana dua nama belakangnya, satu kata dari bahasa Ibrani sudah terpilih, saya ingin menggabungkan dengan dua bahasa lain, Arab dan Sansekerta. Awalnya ingin Maryam Nabila Putri karena mewakili bahasa-bahasa tersebut. Ternyata setelah pertimbangan saya ambil Nabila-nya, dengan arti terhormat, terpandang, mulia. Mirip dengan bahasa Inggrisnya Nobel, mungkin dari akar kata yang sama. Untuk nama terakhir, Saya ambil dari lakob/gelar Sayyidah Fatimah binti Rasulullah ﷺ, Az-zahra’ (الزهراء), artinya bercahaya, berkilauan. Jadilah Maryam Nabila Az-zahra’.

    Ayah Ibu
    Apa panggilan untuk orang tua yang kami tetapkan ? Ada banyak kan Bapak-Umak, Bapa-Ibu, Ayah-Ibu, Papa-Mama, Papi-Mami, Ummi-Abi, Abah-Umma, Otou-san Okaasan, dan lainnya. Saya aliran Ayah Ibu, istri Papa Mama. Saya pilih Ayah Ibu meski banyak yang ngira kami akan pilih Ummi Abi. Saya pilih Ayah ibu karena kesannya, menurut saya sederhana (humble) dan Indonesia banget. Kenapa bukan Ummi-Abi ? Ini selera saja ya, tapi kalau saya ditanya alasannya, Ummi Abi baik cuma ketika dipakai oleh orang Indonesia terkesan aneh, Ummi artinya Ibuku sedang Abi, Ayahku. “Aku mau ke Ummi” misalnya, artinya masih oke. Tapi jika, “Siapa nama Abi-mu!” Abi kan artinya Ayahku kok masih ditambah -mu lagi. Dalam sebuah hadits Nabawi, seorang pemuda bertanya kepada Nabi :
    مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ
    (siapakah orang yang paling berhak aku berbakti kepadanya?” Beliau menjawab: “Ibumu.” dst)

    Ummuka, bukan ummika. Kata dasarnya adalah أُم tapi harakat akhir di م aka senantiasa berubah sesuai dengan إعراب atau status dia di kalimat. Ini murni saya pahami dari secuil bahasa Arab yang baru saya pelajari. Mohon koreksinya jika salah. Oleh karena itu dari awal, kami perkenalkan panggilan untuk orang tua bagi Maryam adalah Ayah dan Ibu.

    Izinkan kami terus belajar

    Nak, seiring kamu tumbuh besar izinkan kami juga untuk terus belajar. Kami tidak sempurna, tapi kami ingin selalu berusaha yang terbaik untukmu. Setiap orang tua pasti menginginkan dan mengusahakan anaknya agar lebih baik dari mereka. Kami pun demikian nak. Ini bukan tugas mudah tapi kami bermohon Allah mudahkan. Saya teringat pesan salah seorang dosen, “kalau kita tidak menyiapkan orang pengganti yang lebih baik dari kita maka kita gagal”. Dunia ini tidak semakin baik dalam banyak hal, perlu generasi yang lebih hebat ke depannya. Ayah dan Ibu titip amanah itu kamu buat masa depan ya. #kayakbener

    Nak, ada porsi kami dan ada porsi kamu. Porsi kami adalah menyiapakan sedari kecil, bahkan hal yang kamu tidak tahu itu akan jadi penting. Asupan nutrisi, kesehatan gigi, stimulus-stimulus positif, pengasuhan, pendidikan karakter, biaya untuk pendidikan, dan lainnya. Kami tahu karena kami sudah merasakan dan menjalani. Biar kami berikhtiar maksimal buatmu, tapi mohon maaf jika sampai batas maksimal kami itu belum sempurna buatmu nanti. Kadang yang lepas dari kita belum tentu baik buat kita, bisa sebaliknya. Tapi mengusahakan yang kita anggap baik dengan cara yang baik, itu tawakkul Nak.

    Ayah dan Ibu akan berusaha melihat dan mengarahkan minat dan bakatmu Nak. Hidup berharga terlalu singkat untuk mengejakan yang tidak kita senangi. Pun jika tidak, senangilah apa yang kau kerjakan nanti.

    Melalui Maryam kami belajar, setiap hari belajar. Belajar bertingkah baik, karena kamu akan meniru. Belajar sabar karena tingkahmu yang lucu menguji sabar. Memang anak tidak senantiasi bisa menuruti orang tuanya, tapi tidak pernah gagal meniru orang tuanya. Kami banyak terkejut, sebagai orang tua baru. Kata yang sekali dua kami ucapkan langsung menempel di memorimu.

    Maryam, terima kasih ya Nak. Kamu beruntung punya Ibu yang sayang dan penyabar seperti Ibu Ajeng. Kepada Allah kami bersyukur dan mohon ampun.

    Dari Ayah yang menyayangimu

    Purwakarta, 20 Maret 2020


  • Definisi Bahagia Kita

    Mengapa bahagia butuh definisi ? Pertama kali saya menanyakan ini bukan kepada orang lain tapi pada diri saya sendiri. Akhir-akhir ini, anggaplah sejak setahun yang lalu “Kok rasanya kawan-kawan saya yang dulu sama tengilnya pas zaman SMA dan Kuliah kelihatan seneng banget ya di Instastory-nya dan post facebooknya ?” Mereka bahagia banget dengan hidupnya, itu dalam benak saya. Di zaman medsos ini, tak habis-habis rasanya sharing info dari lingkaran pertemanan kita tentang kerjaan mereka, liburan, makanan yang mereka santap, hang out, outfit, dan lainnya. Banjir akan informasi tersebut tenyata intimidatif bagi saya. Akhirnya saya cendrung menilai, apa yang dibagikan di sosmed itu adalah gambaran riil hidup kawan-kawan saya. Bahagia sekali rasanya. Bagaimana dengan saya ?. Di lain sisi, hal itu dikompori dengan masalah-masalah personal yang saya hadapi. Baik dari lingkungan kerja, sosial dan keluarga. Akhirnya timbul lah pertanyaan, kok saya nggak sebahagia mereka ya ? Setelah saya merenung sejenak di gua ‘cave’ pria ala mahluk planet Mars, tenyata di titik inilah kita wajib punya definisi bahagia yang custom, personal, pribadi dan sejenisnya. Intinya definisi yang kita cari dan buat sendiri, bukan berasal dari orang lain. Dengan kita punya pengertian bahagia kita sendiri, kita bisa bahagia tanpa perlu dilihat oleh orang lain dan membandingkan diri dengan level orang lain. Bagaimana memulai untuk bahagia, berikut yang saya lakukan :


    • Sederhanakan definisi bahagia – Make it simple

    Semakin sulit definisi bahagia kita, semakin sulit kita bahagia. Jika bahagia menurut kita adalah ketika punya barang yang serba pribadi, mobil pribadi, rumah pribadi, perusahaan pribadi, maka selama belum memiliki itu kita belum bahagia, benar begitu ? Apa yakin ingin begitu ? Jika mobil adalah salah satu faktor kebahagiaan sementara data menyebutkan usia pembeli mobil pertama di Indonesia tahun 2017 adalah 40.5 tahun, berapa tahun yang akan kita biarkan tak bahagia sampai punya mobil pertama ?. Sederhanakanlah, agar kita bisa bahagia secepat dan sesering mungkin. Menikah apakah membuat bahagia ? Tentu. Banyak kawan yang terlihat bahagia belum merasakan indahnya menikah, hihi. Punya anak apakah faktor bahagia ? Jelas juga. Banyak pasangan yang belum dikarunia menimang belahan jiwanya sampai usia tertentu. Punya kerjaan ? Iya juga, 5 dari 100 orang angkatan kerja masih belum mendapatkan pekerjaan di Indonesia. Kondisi keluarga dan orang yang kita sayangi sehat apakah bisa membuat kita bahagia ? Tentu saja kan. Definisi-definisi itu yang membuat kita lebih mudah dan lebih cepat untuk bahagia.

    Smile (Sumber : Web Jewish Boston)


    • Bersyukurlah – Be grateful

    Rasanya bersyukur adalah nilai kebaikan yang universal. Nah ini ada artikel menarik, ketika saya googling tentang topik bahagia. Ada sebuah tulisan yang menarik. Judulnya Are Olimpic Bronze medalist happier than silver medalist ? Jawabannya adalah YES !! Peraih medali perak cendrung membandingkan dirinya dengan peraih medali emas sedangkan peraih medali perunggu membandingkan dirinya dengan yang tidak dapat medali. “Ah, hampir saja nggak naik podium” mungkin dalam benak mereka yang meraih perunggu. “Huh, padahal tinggal dikit lagi nih, harusnya bisa nih dapet emas” kata yang mendapat medali perak, mungkin. Hasilnya, meski medali perak lebih baik dari perunggu, namun tidak membuat dia lebih bahagia karena dia membandingkan dengan yang lebih tinggi dan tidak tercapai olehnya. Oh ya, ini penelitian ilmiah lho ya, meski memang sudah lama sekali yaitu pada ajang Olympic 1992 dan the 1994 Empire State Games. Saya terhenyak sejenak memikirkan apa benar demikian ? Rasa-rasanya memang benar sih dari pengalaman saya. Gimana menurut Anda ?. Bersyukurlah dan berbahagialah. Kata kawan saya di Kitabisa.com, cukup buka apps kitabisa untuk membuat kita bersyukur karena banyak sekali orang di luar sana yang kondisinya jauh di bawah kita. So, be grateful for what you have achieved. Kalau diibaratkan orang yang tidak bersyukur seperti orang yang kurang. Karena dia merasa kurang, Ia pun bergeming saat diminta membantu orang lain padahal banyak orang yang kondisi lebih rendah darinya.

    Sumber : Misson Capital


    • Jangan membandingkan dengan orang lain – Don’t compare yourself to others

    Lho kenapa nggak boleh membandingkan kita dengan orang lain ? Bukankah kita start di level yang sama ? Kan kita bisa melihat kita on the good track or not jika kita bisa membandingkan dengan kawan kita ?. Tidak 100% salah sih, tapi tidak lantas benar juga. Yang dikhawatirkan adalah bias saat kita membandingkan dengan orang lain karena kita membandingkan kelebihan seseorang yang kita tahu dari luar dengan kelemahan dan masalah kita. Tentu hasilnya akan jomplang sekali. Dia sudah jadi Manager, gajinya 2 digit, punya mobil pribadi, rumah, dan lainnya tapi kita tidak tahu masalah yang dihadapi oleh kawan kita tersebut. Everyone fights their own battle, setiap orang punya masalah sendiri hanya saja manusia memang suka memperlihatkan hal positif-nya kepada orang lain di jaman sosmed seperti ini. Membandingkan tanpa informasi yang lengkap membuat bias dan salah mengambil kesimpulan.


    • Maksimalkan ikhtiar, rendahkan harapan,– Work more, Expect less

    Kalau kita menggantung harapan setinggi langit, namun gayung tak bersambut maka jatuhnya akan membuat kita terasa sakit dan terisak. Namun jika kita tidak terlalu berharap pada suatu hal namun tetap mengusahakan yang terbaik maka hasil yang minimal pun dapat kita syukuri. Saya dulu pernah mati-matian belajar satu mata kuliah yang sulit waktu awal masa kuliah di IPB. Mati-matian itu artinya sampai niat ke perpus nyari textbook yang digunakan oleh dosen untuk direview ulang bersama referensi lain. Berapa nilai yang saya dapat ? Hanya 60an kalau tidak salah tapi senangnya mengalahkan dapat 90 di mata kuliah lain. Dari situ saya belajar bahwa kalau kita sudah berusaha semaksimal mungkin dengan seluruh kemampuan kita, kita akan lebih mudah menerima hasilnya. Tidak ada penyesalan lagi. Kalau masih tidak sesuai harapa berarti di luar kuasa kita. Pun sama halnya dengan menulis ini, saya harus meniatkan hanya menyalurkan isi kepala saja. Kalau berharap akan dibaca banyak orang nanti malah kecewa haha. Ya iyalah, siapa saya.


    Ada beberapa poin lain sebenarnya, mungkin di tulisan berikutnya. Saya khawatir terlalu panjang. Di tulisan ini saya ingin berbagi empat poin di atas saja, menyederhanakan bahagia, bersyukur, jangan membandingkan dengan orang lain, dan memaksimalkan ikhtiar dan merendahkan harapan. Semoga kita bisa bahagia menjalani hidup yang singkat ini. Kalau tidak mulai bahagia sekarang, kapan lagi ?. Sebagai info terakhir, Indeks Kebahagiaan Indonesia kini terus merosot dari tahun ke tahun, dari peringkat 74 tahun 2015 ke peringkat 96 tahun 2018. Apakah kita salah satu dari yang merasa bahagia atau tidak ?

    Salam

    Mohammad Fadhillah


  • Kunjungan Sensei ke Indonesia 2019

    Tanggal 10 Januari 2019, saya tetiba menerima E-mail dari Prof. Sonomoto (selanjutnya saya sebut Sensei). Beliau mengirim ke e-mail saya yang lama yang dulu sempat masuk dalam mailing list Lab. Bikou (Microbial Technology). Bunyinya kira-kira hanya ucapan :

    Dear Fadhillah,

    We wish you a very Happy New Year !

    We hope seeing you again.

    Best regards,

    Saya membacanya sambil teringat budaya berkirim nengajou (kartu ucapan tahun baru) memang masih jadi budaya sampai saat ini di Jepang. Saya saja dapat kiriman dari Zendo Sensei (assistant Prof.) sewaktu dulu masih di Lab. Padahal sehari-hari ketemu di lab. tapi tetep saja Beliau mengirimnya lewat Pak Pos. Biar dapet feel-nya kali ya. Kalau dikasih langsung beda kesannya.

    img_6269
    Kartu pos akhir tahun dari Zendo-Sensei (dilingkari)

    Di akhir E-mail Beliau menginfokan bahwa Lab. kami yang dulunya berada di Building 4 Kampus Hakozaki kini sudah pindah ke Ito Campus yang jaraknya 1-1.5 jam dari kampus lama. Lab. Bikou resmi pindah pada 24 Agustus 2018. Hmm, berarti hampir tepat 1 tahun setelah saya lulus dulu. Kini hampir semua fakultas Kyushu University sudah pindah ke kampus baru terpadu di Itoshima. Hmm, Natsukashii naa.

    (Beliau juga menyelipkan foto berdua dengan Mrs. Kaori, istrinya di bagian bawah e-mail)

    Saya balas “Terima kasih untuk emailnya, saya berharap yang baik-baik untuk Beliau dan keluarganya sembari saya berterima kasih karena pernah diajar dihajar oleh Beliau selama 2 tahun selama menempuh pendidikan Master saya. Saya juga memperkenalkan anak perempuan saya “Maryam” karena di akhir masa studi Ajeng pernah bertemu Beliau. Di akhir email saya sampaikan, mohon kabari saya jika suatu saat ada rencana untuk berkunjung ke Indonesia”.

    Awalnya jujur saya hanya basa basi karena saya tahu Sensei sudah memasuki masa pensiun jadi akan jarang traveling seperti dulu. Email selanjutnya membuat saya kaget.

    Dear Fadhillah,

    It is a nice photo of your family ! I will give a talk as guest speaker on ACLAB 10 attached. Is your home near Yogyakarta ? If so, can I visit you ?

    Best regards,

    Beliau ternyata punya rencana ke Indonesia tanggal 29-31 Agustus tepatnya ke Yogyakarta karena diminta untuk jadi pembicara di ACLAB adalah Asia Conference on Lactic Acid Bacteria. Setelah tahu tentang rencana ini saya pun langsung mengirim email ke rekan se-Lab dulu.

    Setelah menanyakan lebih detil tentang waktu dan akomodasi Beliau saya pun merancang rencana juga untuk ke sana, tentunya bersama Istri dan si kecil Maryam. Oke, akhirnya rencana pun rampung. Karena waktu yang tidak terlalu banyak padahal pengennya dapet (banyak silaturahim) saya memutuskan untuk mengajak Beliau sightseeing ke Kraton Ngajogjakarta Hadiningrat dan Masjid Kauman setelah itu makan siang di Oemah Jowo Restaurant. Pemilihan tempat ini sebenarnya ada alasan hehe. Dulu sewaktu saya dan beberapa kawan muslim pelajar asing di Bikou diundang ke rumah Beliau di kota Munakata, kami diajak ke Munakata Shrine, kuil Shinto terbesar disitu. Nah ini berarti giliran saya ya nagajak ke Masjid Kauman, xixixi.

    Berangkat ke Jogja

    Kami berangkat dengan pesawat dari Soekarno Hatta. Ini sebenarnya agak PR juga sih karena Purwakarta ke Soetta itu lumayan ngeselin kadang. Tapi, kalau pakai bis malam kasian juga si kecil. Kami bermalam di Hotel Burza Mantrijeron, beberapa langkah dari Masjid yang tersohor Masjid Jogokariyan. Sekalian kan, kapan lagi melihat Masjid yang saldo kasnya selalu nol dan jadi percontohan manajemen Masjid yang TOP di Indonesia. Karena adek perempuan, Ibna Amalia, juga sedang studi di Jogja sekalian juga diminta jadi Navigator. Emang sekaliannya banyak ya hehehe.

    Saya memberanikan diri nyupir di Jogja yang menjadi surga motor. Agak kikuk juga sih, secara sudah lama tidak nyupir lagi. Saya pilih mobil matic aja lah biar nggak keliatan kagok-nya saat pindah gigi kalau pake yang manual. Malu kan ya, pas lagi jalan pindah giginya nggak lancar. Sewa 12 jam cuma 250 ribu, lumayan lah. Bisa dipake buat silaturahim ke temen juga sekalian.

    Kami menjemput Beliau dan istrinya di Hotel UGM. Saya masuk di lobi hotel dan dengan Ibna dan Ajeng serta si kecil Maryam. Sensei sempat heran. Beliau bertanya “Siapa ini ?”, “Ini adik saya, dan ini istri saya” saya jawab. Barulah saya tahu kenapa mereka menatap heran. Mereka mengira saya punya dua istri. WOW. Hahaha. Ini gegara si Ibna ikutan dan sekilas nggak mirip sama saya. Setelah itu barulah obrolan kami cair. Kami ngobrol sebentar karena ada beberapa orang disana termasuk sesama bimbingan Beliau, mahasiwa Doktor dulu, Ibu Hanies (BPPT). Saya cukup terkesan karena Beliau memakai baju Batik yang saya kasih sewaktu pertama datang dulu. Warnanya merah, lengan pendek, corak agak anak muda tapi saya tidak tahu jenisnya. Beliau nanya “Sekarang tinggal dimana ?” saya jawab “Di Purwakarta” sebelah sini sambil nunjuk peta yang dibawa Mrs Kaori. “Jauh juga ya” imbuhnya. Setelah ngobrol kami langsung naik mobil dan jalan.

    Destinasi Wisata yang tidak sesuai harapan

    Well, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, destinasi kami adalah Kraton dan Masjid Kauman yang tepat di sebelahnya. Ini sebenarnya pegalaman pertama saya ke kraton, masuk sampai dalam maksudnya. Sedikit kecewa karena tidak serapi yang saya bayangkan. Para Bapak-Bapak yang menawarkan jasa becak untuk keliling-keliling, para pedagang souvenir yang ngemper di depan pintu masuk, trotoar yang rusak, dan suasana jalanan ‘khas’ Indonesia. Oh ya, Sensei punya cidera di salah satu kakinya dan tidak bisa berjalan normal seperti biasa. Ia pernah kecelakaan tahun 2013 silam. Saya jadi merasakan bagaimana rasanya jika banyak fasilitas umum dan destinasi wisata yang tidak ramah difabel. Tidak untuk membandingkan di Jepang sih, tapi saya pernah ke Kastil Kokura, mereka punya kursi elevator yang memungkinkan orang berkebutuhan khusus naik sampai lantai tertinggi. Mudah-mudahan ke depan kita bisa memperhatikan hal ini ya.

    kraton
    Di dalam area keraton Jogja

    Kesan setelah melihat-lihat Keraton Jogja adalah seperti kurang terpelihara. Kondisinya agak mengecewakan padahal halamannya luas dan banyak wisatawan lokal dan asing yang datang lho. Galerinya juga terbatas dan kotor karena debu yang terbawa dari sepatu pegunjung. Di dalam galeri kami sempat terkekeh-kekeh melihat jumlah istri Sultan Hamengkubuwono yang banyak buangeet. Bukan yang sekarang sih. Setelah dari keraton, kami lanjut ke Masjid Kauman. Saya dan yang lain sholat, Sensei dan istrinya juga ikut masuk dan melihat di dalam. Kawasan Masjid ini juga nampak kurang resik padahal asik juga jika Masjid dijadikan tempat wisata rohani dan budaya mirip seperti kuil-kuil di Jepang ya. Dengan arsitektur yang unik pasti juga memikat. Selepas itu kami berfoto di depan Masjid dan menuju restoran untuk bersantap siang. Sekitar jam 2 kami menuju Hotel kembali, namun Sensei meminta mampir di penjual buah untuk membeli buah tropis Indonesia. “Wah murah sekali” katanya pas belanja di toko buah pinggir jalan dekat Hotel. Di dalam perjalanan sebenarnya saya bertanya banyak hal, mungkin nanti saya akan bahas di tulisan lain.

    kauman
    Foto di depan Masjid Kauman (foto yang paling bagus haha)

    wisma ugm

    Foto di Hotel UGM (blur sih, nggak tau kenapa)

    Penutup

    Saya hanya merasa pernah begitu bersyukur dibantu oleh Beliau selama di Jepang dulu, dengan segala keramahannya dan juga pengertiannya. Mudah-mudahan jamuan singkat kami bisa berkesan buat Beliau dan Istri. Kalau orang lain pernah berbuat baik terhadap kita balaslah dengan hal yang lebih baik atau minimal sama, begitu yang saya pahami.

     


About Me

The sky is not completely dark at night. Were the sky absolutely dark, one would not be able to see the silhouette of an object against the sky.

Follow Me On

Subscribe To My Newsletter

Subscribe for new travel stories and exclusive content.